Senin, 16 Juni 2008

Lintang Kemukus Dini Hari



“Jangkrik, gangsir, walang kerik sudah lama bungkam. Gangsir menyembunyikan diri dalam liang di tanah yang disumbat dari dalam. Walang kerik membaurkan diri dengan warna hijau dedaunan. Dia hanya bisa diketahui bila ada embusan angin. Pada saat itulah naluri memerintahkannya menggesekkan sayap sehingga terjadi suara yang khas”

“Tiga ujung kulup terarah pada titik yang sama. Currr. Kemudian Rasus, Warta, dan Darsun berpandangan. Ketiganya mengusap telapak tangan amsing-masing. Dengan tekad terakhir mereka mencoba mencabut batang singkong itu kembali”

Hanya orang ndeso yang bisa menghayati setting di atas, dan hanya bocah ndeso yang berkelakuan seperti mereka.

Novel ini merupakan penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus, dan Jantera Bianglala. Pada buku pertama “Catatan Buat Emak”, diceritakan bagaimana awal mula Srinthil bisa menjadi ronggeng, setelah Dukuh Paruk menunggu kehadiran seorang ronggeng baru selama dua belas tahun. Ronggeng terakhir mereka ikut tewas dalam tragedi tempe bongkrek.Indang telah merasuk ke tubuh Srinthil, membuat Srinthil menjadi seorang ronggeng sejati. Pertemanan antara Srinthil dan Rasus telah menimbulkan rasa cinta di antara mereka, dan Srinthil menyerahkan keperawanannya kepada Rasus sebelum malam bukak klambu, dan hanya mereka berdua yang tahu. Rasus sendiri selalu mencari sosok Emaknya yang ikut tewas dalam tragedi tempe bongkrek. Kecewa karena Dukuh Paruk merebut Srinthilnya, Rasus pergi meninggalkan Dukuh Paruk untuk kemudian menjadi tentara. Rasus juga menolak perkawinan yang ditawarkan Srinthil, dan memberikan Dukuh Paruk apa yang paling berharga buat mereka : seorang ronggeng.

Dalam buku kedua “Lintang Kemukus Dini Hari”, diceritakan bagaimana Dukuh Paruk dengan segala keluguan, kebodohan, dan kecabulannya terseret dalam huru-hara 1965. Mereka tidak pernah mengerti apa yang sedang terjadi di negeri antah berantah bernama Jakarta. Mereka dengan mudah diprovokasi, dan Srinthil menari dalam kemarahannya sendiri, tak pernah mengerti apa itu revolusi. Srinthil yang waktu itu berusia duapuluh tahun akhirnya terpenjara secara fisik dan psikis, dan roh indang terbang dari tubuhnya.

Dalam buku ketiga “Jantera Bianglala”, Srinthil yang telah kehilangan roh indang dan telah merasakan pilunya menjadi seorang tahanan politik, berusaha memperbaiki citra dirinya, ingin menjadi wanita seutuhnya yang bermartabat. Harapan muncul ketika ia betemu Bajus. Namun jiwanya terhempas ke titik nadir yang paling bawah ketika Bajus yang demikian diharapkannya mampu membawanya ke harkat yang lebih tinggi, malah menyerahkannya ke atasannya. Srinthil gila. Dan Rasus dengan segala kebesaran hatinya, bersedia mengakui Srinthil sebagai istrinya.

Begitulah, sepertinya saya memang tak akan pernah merasa bosan membaca karya yang adiluhung ini. Dan saya paling suka pada bagian penutupnya, entah kenapa:

“Bulan berkalang bianglala di atas sana kuanggap sebagai sasmita bagi diriku sendiri, untuk mengambil wilayah kecil yang terkalang sebagai sasaran mencari makna hidup. Dukuh Paruk harus kubantu menemukan dirinya kembali, lalu kuajak mencari keselarasan di hadapan Sang Wujud yang serba tanpa batas”

download disini

Tidak ada komentar: